Monday, December 1, 2008

Wisata Alam Gunung Bromo

Gunung Bromo

Bromo di musim liburan ini cukup ramai. Puncak Penanjakan di malam minggu sangat ramai oleh pengunjung yang menanti pemandangan spektakular matahari terbit. Antrian motor dan jeep hardtop membikin sempit lahan parkir yang sangat terbatas. Tersedia banyak Jeep sewaan dgn pengemudinya yg piawai. Terdapat 200-an jeep yg siap mengantar dgn tarip 150.000 pp dari Cemoro Sewu ke Kawah Bromo dan Penanjakan round trip.
Penanjakan yg merupakan titik tertinggi di Bromo-Tengger dapat dicapai dari Cemoro Lawang maupun dari Tosari. Dari Cemoro Lawang turun ke dalam kaldera berpasir yang amat luas seperti didalam sebuah mangkuk kawah raksasa dgn dindingnya yg berketinggian 300 meter; dari sini menanjak lagi 600-an meter kearah gunung melalui jalan aspal sempit berkelok-kelok dgn sedikit bahu jalan ditepi jurang yang cukup utk kendaraan satu arah, dan sudut tanjakan yang cukup heboh 60 derajat.
Cukup gamang pertama kalinya, seperti menuju ke puncak pelepasan jet coaster. Jalan ini tentunya hanya pas buat pengemudi lokal yg memang tangguh dan bernyali besar. Kebanyakan orang sulit utk membayangkan seandainya harus berpapasan di tikungan sempit, berhenti menggantung setengah kopling, mencari celah menghindar, krn tak ada ruang yg mungkin selain jurang jika membuat kesalahan. Sungguh, tdk cukup “pede” utk melakukannya. Namun sesudahnya, pemandangan spektakular ke seantero dataran tinggi Tengger di atas puncaknya adalah imbalan yg sangat memadai.
Dari sini, Gunung Bromo, Batok, Kursi dan Widodaren terlihat kecil dgn latar belakangnya Gunung Semeru yg batuk2 setiap 15 menit. Penanjakan sebenarnya paling mudah dicapai dari arah Pasuruan, Tosari dgn tanjakannya yg normal. Setelah Penanjakan perjalanan diteruskan ke puncak Bromo dgn mengarungi lautan pasir. Selain dari pada kuda, kendaraan hanya bisa mendekati 500 meter dari awal undakan dan diteruskan dgn berjalan kaki, sebelum mendaki 223 tangga sampai ke tepi kawah yg masih cukup aktif. Sebuah sepeda motor lokal dgn jenis Honda GL terlihat di parkir di pinggir tangga kawah Bromo, suatu keahlian dari pengendaranya yg mampu mencapai tempat ini.
Setelah Bromo dan Penanjakan, rasanya sayang jika kesempatan tidak dipakai utk terus berkeliling pegunungan Tengger, sampai ke danau Ranu Pane di kaki Gunung Semeru. Perjalanan diarahkan ke Selatan mengelilingi kaldera Tengger melalui rute sisi timur. Temperatur pegunungan tengger berkisar 10 oC dan bisa mencapai nol derajat pada malam hari di musim kemarau.
Ditengah jalan berpapasan dua buah sepeda motor yg kelihatannya sedang bermasalah; rupanya salah satu-nya berhenti lantaran filter udaranya nya kemasukan debu kendaraan yg lewat. Mereka terjebak disini menunggu bantuan selama 2 hari, tidur kedinginan di tengah gurun. Perjalanan dilanjutkan lagi ke desa Ranu Pane, setelah satu jam berhenti memberi bantuan.
Jalan ke Ranu Pane dari arah Kaldera merupakan jalan tanah berpasir bercampur batu2-an bekas jalan beton yg sudah rusak, dgn lubang dan gundukannya yg cukup menggangu utk kendaraan dgn profil ban standar. Jeep disini menggunakan minimal ban 31 dgn anting2 peninggi. Ditengah perjalanan berpapasan dgn sebuah minibus standar yg berhasil lewat dgn susah payah dari arah Lumajang melalui Sendoro, Ranu Pane dan terus turun ke Kaldera menuju Pura di dekat Bromo. Utk itu ia dikawal oleh jeep sewaan dari Ranu Pane yg menarik keluar setiap kandas di gundukan pasir / batu. Beberapa sepeda motor dari arah Ngadas / Gubuk Klakah berhasil melalui rute ini dgn perjuangannya sendiri.
Sesekali terlihat jejak roda2 kendaraan berbagai jenis yg selip di pasir. Dikiri kanan jalan terlihat padang rumput yg menguning kekeringan dan berbagai macam bunga2an warna warni khas pegunungan yg menunggu datangnya hujan.
Pemandangan disini tidak kurang indahnya, seolah berada di ruangan tiga dimensi dgn dimensi ketinggiannya yg mencolok. Sulit buat kamera utk menceritakannya selain dgn sepasang mata.
Di ujung selatan puncak kaldera bertemu simpang tiga jalan, kekanan menuju Tumpang Malang dan kekiri ke arah Ranu pane. Jalan ke Ranu pane ada ditepi hutan pegunungan Perhutani yg masih terjaga baik dan seterusnya memasuki kebun kentang penduduk. Ranu pane sebuah perkampungan di ketinggian 2300 m dpl, terlihat damai dan sejuk, dgn latar belakang kerucut puncak Semeru. Di belakang desa ini ditemui dua danau dgn airnya yg kehijau2an, danau Ranu Pane dan Danau Ranu Regulo. Ranu Pane ini adalah pos awal pendakian ke puncak Semeru. Disini juga terdapat pos Jeep sewaan spt halnya di Cemoro Lawang.
Bedanya di Cemoro Lawang jeepnya terkesan trendy mengikuti model terakhir, sedangkan di Ranu Pane lebih mengarah ke angkutan sayur, penumpangnya harus berdiri di bagian belakang dalam kerangkeng besi.
Tak terasa 5 jam dihabiskan utk putar2 kaldera pegunungan tengger yg merupakan Taman Nasional yg sangat bagus utk dikujungi oleh klub2 adventure baik sepeda motor, jeep ataupun MTB secara berkelopmpok. Gue ngebayangin pergi rame2 bawa kendaraan, buka tenda, api unggun, kedinginan dan kopi panas terasa nikmatnya dibandingkan kehidupan rutin kota.
Satu yg mungkin cukup penting kalau baru pertama kalinya melalui daerah ini barangkali perlunya kendaraan pemandu dari setempat atau paling tidak mengajak penduduk. Karena walaupun terlihat cukup mudah dari atas Cemoro Lawang, begitu turun ke kaldera cukup bingung juga mencari jalan. Tanda satu2 nya disini adalah jejak2 ban kendaraan yg lewat sebelumnya. Keluar dari jalur bisa jadi ketemu lubang-lubang dibalik rumput yg tdk mudah terlihat atau pasir lunak yg bisa menjebak roda. Patok batu hanya tersedia utk lintasan Cemoro Lawang ke kawah Bromo saja.
Tetapi kalau sudah pernah kesini sebelumnya, saya kira tidak ada yg perlu dikawatirkan. Terlihat banyak sepeda motor bebek atau mobil2 non 4x4 dari penduduk sekitar dan Malang yg lalu lalang dgn santainya di kaldera pada di ketinggian dgn jalan yg curam.

Gunung Bromo
Kabupaten Probolinggo - Jawa Timur - Indonesia

A. Selayang Pandang
Bromo berasal dari bahasa Jawa Kuna, Brahma, yaitu salah satu Dewa dalam agama Hindu. Bagi masyarakat Suku Tengger, gunung ini merupakan gunung suci sehingga tiap satu tahun sekali diadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo, yaitu ritual melemparkan hasil bumi ke kawah Gunung Bromo sebagai persembahan. Upacara ini diadakan pada tengah malam hingga dini hari tiap bulan purnama di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa. Melalui ritual ini masyarakat Tengger memohon panen yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit.
Gunung Bromo adalah gunung aktif yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS). Taman nasional yang diresmikan oleh pemerintah pada tahun 1997 ini, memiliki lautan pasir seluas 5.250 ha dan berada pada ketinggian ± 2.100 m dari permukaan laut. Lautan pasir tersebut merupakan bagian dari sejarah ekologis terbentuknya kawasan kaldera Tengger.

B. Keistimewaan
Gunung dengan ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut ini terkenal karena hamparan lautan pasir dan kawah gunungnya yang luas. Dari puncak Bromo, pengunjung dapat melihat kawah yang menganga lebar dengan kepulan asap keluar dari dasarnya. Kawah ini memiliki garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Dari tempat ini pula, pengunjung dapat menyaksikan keindahan panorama hamparan laut pasir dengan siluet alamnya yang memesona.
Pengunjung juga dapat menikmati mentari terbit (sunrise), menjajaki perjalanan dengan menunggang kuda, serta menikmati hangatnya minuman dan api unggun untuk melawan hawa dingin. Di samping wisata alam, wisatawan juga dapat mengecap wisata budaya dengan mengikuti upacara Yadnya Kasada yang diadakan antara bulan Desember-Januari.

C. Lokasi
Gunung Bromo terletak antara Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Malang, Jawa Timur. Namun, secara administratif kawasan ini merupakan bagian dari Kabupaten Probolinggo.

D. Akses
Gunung Bromo dapat dicapai dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Untuk menuju Gunung Bromo, pengunjung dapat menempuh dua rute. Pertama, “pintu barat” dari arah Pasuruan. Perjalanan melalui pintu barat ini terbilang berat karena tak bisa dilalui oleh kendaraan roda 4 biasa, kecuali dengan menyewa jeep. Lewat jalur ini wisatawan biasanya memilih berjalan kaki dari Desa Wonokitri menuju Gunung Bromo dengan jarak sekitar 13 km.
Kedua, melewati “pintu utara” dari arah Probolinggo. Melalui pintu kedua ini, wisatawan dapat menggunakan kendaraan apapun, termasuk mengendarai sepeda motor karena jalan yang dilalui tidak terlalu curam. Jika wisatawan ingin menyaksikan lautan pasir, maka disarankan untuk melalui pintu utara. Sebaliknya, jika yang diinginkan adalah menyaksikan sunrise, maka lebih praktis melalui pintu barat.
Desa terdekat untuk mencapai Bromo dari arah Probolinggo adalah Cemorolawang (±45 km dari Probolinggo). Desa ini bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan umum dari Probolinggo. Dari Cemorolawang menuju Bromo pengunjung dapat menyewa kuda, jeep, atau berjalan kaki.

F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Selain berjalan kaki, untuk memudahkan pendakian para pendaki dapat menyewa “ojek” kuda dan kendaraan jeep. Karena temperatur udara berkisar antara 2-20 0C, maka pengunjung juga dapat menikmati minuman serta api unggun yang disediakan oleh warung-warung kecil di sekitar lokasi. Jika terpaksa menginap, jangan khawatir karena berbagai penginapan dengan berbagai tipe mulai dari shelter, losmen, hingga hotel tersedia di sekitar Bromo. Berbagai macam rumah makan, warung telepon, souvenir shop, mupun MCK umum juga tersedia di tempat ini.
Untuk sampai ke puncak Bromo telah disediakan tangga dari beton.

0 comments:

Post a Comment